Rabu, 06 Februari 2013

Cahaya Harapan


Malam terlihat ingin menangis, tersebab awan hitam tutupi langit yang keruh. Keruh akan suara-suara bising pabrik-pabrik, keruh akan asap penyakit dari mulut sang Perokok yang tak pernah peduli akan paruku. Ku berdiam diri, duduk menikmati keheningan malam ketujuhku di teras rumah ini.
Seorang sahabat datang menghampiriku dengan wajah riang di tonjolkannya. Dia mendekat dengan asap gerogoti udara indah ini, seakan tanpa rasa bersalah dia menghembuskan sang asap. Dia tersenyum “Selamat kamu bisa membuatnya tersenyum kembali !!!” ucapnya

                “Maksud mu apa Win,..?!” 

                “Rani sekarang tak murung lagi seperti beberapa bulan yang lalu, semua ini berkatmu yang mampu memberikan senyum di bibirnya lagi .”

                “Oh..itu sudah hal biasa yang kulakukan dalam hubungan tali kasih.. “

                   “Maksudmu apa bro..??!”

                “Aku sudah memiliki kekasih lebih dari seratus,...jadi aku sudah paham tentang karakter wanita dan bagaimana cara menghadapinya, dan itu hal yang biasa bagiku...”
                “Oh.... pantaslah”

                “Rani sekarang dimana Win?!”

                “Di kamar, tapi kamu gak ada niat jahatkan sama Rani...soalnya diakan Famili aku bro..”

                “gaklah win!” Aku bangkit dan hendak pergi karena menurutku malam ini sudah cukup

                “kamu gak jumpa sama Rani bro? “

                “Gak usah Win besok aja.. “

Tiba-tiba terdengar suara Rani yang sudah berdiri di pintu “Abang cepat kali pulang, tunggulah bang bentar lagi..”

                “Eh dek Rani,  iya... abang mau pulang nampaknya mau hujan.”

                “Bang Rani mau ngobrol sebentar sama abang boleh..?”

             “Bolehlah dekku yang manis..!!” Dia tersenyum, Senyumnya memang indah hingga membuat nyaman di hati. Aswin masuk ke dalam rumah dan membiarkan kami berdua di teras rumah yang sedikit remang-remang. Kami berdua terdiam seakan membiarkan nada rintik hujan di atap iringi hati yang sedang menggebu.

                “Bang terimakasih ya semuanya...” Dia tersenyum lagi

                “Sama-sama dekku..” Akupun menebar senyumku untuknya 

                “Abang ternyata sudah punya banyak pacar ya bang...?!”

        “Iya..dan adek mungkin yang kesekian..., entahlah mantan abg sekarang sudah berapa memangnya kenapa dekku. Apa adek ingin memutuskan hubungan ini?!, kalo iya gak papa kok dekku.. “ Aku tersenyum lagi.

                “Gak papa kok bang...”

                “Tapi abang heran,..kenapa tiba-tiba adek berubah dan terlihat tidak murung lagi padahalkan abang tak melakukan apapun hanya ngobrol biasa saja “

                “Iya.., seperti yang abang ketahui semenjak Irsal meninggalkanku aku merasa hidup ini tak ada artinya lagi...mungkin sebaiknya aku mati!. Itulah yang ada dalam benakku, Namun aku pernah bertanya pada bang Yusuf yang juga pernah mengalami hal sama denganku bagaimana sebaiknya aku mengambil sikap dalam hal ini. Dan bang Yusuf menyarankanku untuk menyelidiki tentang masa lalunya.”

                   “Apa hubungannya dengan masa lalu Irsal ya dekku..?!!”

                “Itulah pertama akupun merasa heran, tapi setelah ku selidiki ternyata dia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Karena kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai di saat dia masih berumur tujuh tahun. Setelah ku ceritakan hal itu kepada bang Yusuf dia pun menjelaskan bahwa irsal sangat menikmati penderitaanku yang telah di tolaknya, karena dia sakit hati di tolak oleh orangtuanya dan penolakannya kepadaku sebagai balas dendamnya..”

                “Aku tak mengerti kenapa ada orang seperti itu..”

                “Iya dan harusnya dulu aku tak cepat-cepat menerima cintanya, karena kami baru dua bulan berkenalan di Danau Maraganda, dan tak seharusnya pula aku melakukan hubungan suami-istri dengannya.” Rani meneteskan air mata.... dia mengambil nafas panjang.Sepertinya dia mencoba tegar dengan penderitaan batinnya.
                “Ya sudah...adek jangan menangis lagi..ya dekku !!” Aku mencoba menghiburnya.
                “Iya bang, aku menyesal...namun aku tak mau hidup dalam penyesalan. Dalam hidupku yang kelam seakan hidupku tiada guna lag, abang datang dengan memberi secercah Cahaya Harapan untukku dan meski aku bukan gadis lagi abang ikhlas menerimaku “ Dia menangis lagi.
                “Ya sudah abang tak pernah mempermasalahkan hal itu karena abangpun bukanlah orang yang tek pernah melakukan hal itu..!!, besok orang tua abang akan datang untuk melamar adek karena itu tidurlah sayang..”
                “Iya bang..tapi adek boleh kan bang..?!”
                “Boleh apa tu dekku..?!!”
                “Cium kening abang sekali...”
                “Bolehlah sayang..”
                “Ummmuuaacchhh...!!!” Dia terlihat bahagia akupun pergi menerobos hujan di gelap malam.