Minggu, 02 Februari 2014

Poso-poso (B.Rindu)



B.Rindu


Terdengar suara gaduh, ada yang mengetuk-etuk dinding di dekatku, sontak semua terbangun dari tidur.Dari suaranya, itu adalah ibu dari sahabatku anwar yang menyuruhnya bangun.

Ibu anwar : “O anwar got ma humu dabo..kejolo angkat ulit manisi ku poken!!”
Anwar : “Olo umak ngot mei au,..dung kujia lakna ayah mak!!”
Ibu anwar : “Dung kehe ia nangkin ku kobun mangalehen panganon ni manuk!!”
Anwar : “Martolap au jolo te mak..!”

Anwar berdiri tanpa melipat selimutnya, dia langsung buka pintu dan keluar dari bagas podoman.Dia adalah anak yang berbakti pada orang tua, rajin bekerja tidak seperti aku yang sukanya hanya bermain-main.Dialah sahabatku yang paling akrab semenjak kami kelas satu SMP, kami jarang berselisih karena dia selalu mengalah padaku.

Tinggallah kami ber-empat di bagas podoman, aku masuk lagi dalam selimut karena udara masih terasa dingin.Faizal, parlungunan, aman dan aku tak begitu peduli bahwa hari ini adalah hari selasa, hari pekan di kampungku.Orang-orang akan membawa hasil perkebunan ke pasar untuk di jual, dan hari ini adalah kesempatan para petani untuk istirahat setelah lima hari bekerja keras.Di hari Jum’at biasanya petani bekerja sampai matahari di waktu dhuha saja.

Aku tersentak!, aku baru ingat hari ini kekasihku akan berangkat ke tanah doli, aku langsung bangkit dan meninggalkan bagas podoman tergesa-gesa.Aku langsung menuju poken tanpa cuci muka, meski udara masih terasa dingin kali ini aku tak hiraukan.Aku merasa setiap orang yang berbarengan denganku seakan mencibirku.Mungkin karena aku terlihat kumuh, bau dan raut wajah yang masam karena belum mandi.
Suasana poken begitu ramai, aku langsung memeriksa bus lubuk raya yang biasa parkir di dekat poken.Bus telah tiada, jantung berdetak semakin kencang, tubuhku sedikit bergetar.Ku dekati seorang lelaki separuh baya yang sedang sibuk melayani pembeli jualannya.

Aku : “Mamak dung marangkat mei lubuk rayai?!”
Mamak : “Hek,..nostorangi deintong dongan marangkat.”
Aku : “Oh…jadima mamak tarimokasi!!..”aku merasa lesu.
Mamak : “Got kujia laknaho bere!!, got mangaranto?!”
Aku : “Inda bah mamak…” aku berjalan berlahan meninggalkan mamak itu
Mamak : “Kan laku mentong songon ko on mangaranto um losokmu sodung!”mamak itu bergumam.

Tak bisa ku sembunyikan kepedihan hatiku meski ku tahan air mataku untuk tidak menetes, namun hatiku yang perih tak mampu membendungnya.Meski tak bersuara aku menangis. Sebagian orang yang berpapasan denganku terlihat simpati.Aku hampir terjatuh tersandung batu, ku cepatkan langkuh yang tak menentu.Ku pilih jalan pintas yang lebih sunyi, karena tak ingin semua orang tau kepedihan hatiku.

Aku tak langsung pulang ke rumah, ku putuskan untuk pergi ke sungai Bonjo untuk menenangkan pikiran setidaknya menjauh dari orang-orang adalah pilihanku.Aku merasa aku adalah manusia paling menderita dalam cinta, hancur lebur terasa perasaan ini, perih hati tersayat-sayat perpisahan ini, oh..betapa pilu rasa jiwaku.Tangisku semakin menjadi-jadi di pinggir sungai bonjo.

Setelah kurasa cukup puas, aku bangkit dari dudukku dan turun ke sungai untuk cuci muka.Terasa sejuk ketika air menyentuh wajahku, namun tidak hatiku.Ada ikan-ikan kecil yang melintas di antara kakiku namun aku tak peduli dan akupun pulang setelah kurasa puas.

Sesampainya di rumah, aku tak menemukan satu orangpun di dalam, mungkin umakku masih di poken.Aku cepat-cepat ganti pakaian karena tak ingin berjumpa dengan saudaraku yang lain, yang akan menyuruhku untuk mengerjakan berbagai hal.Ku usapkan tanco ke rambutku yang sedikit basah, ku tata rambutku berbelah dua dengan sisir dan untuk mengakhiri dandananku aku ambil parfum kakakku dari dalam lemari.

Kulangkahkan kaki menuju Dolok, terlihat anak-anak sangat senang berbelanja makanan, tangan kanan dan kiri mereka penuh dengan makanan, ada sebagian anak-anak yang sibuk menggunting gambar-gambaran di kedai lontong seorang warga.Ku berhentikan langkahku ketika berada di simpang jalan, di simpang jalan ini adalah tempat pemuda nongkrong sambil menunggu teman untuk berjalan bersama ke poken.Tiba-tiba anak kecil mendekatiku.

Anak kecil : “Bang suf.. “
Aku : “Aha dei anggik e?”
Anak kecil : “Adong got lenon ni kak Ida di abang, di audei ia indarieh..!!”
Aku : “Dijia?!!” aku senang.
Anak kecil : “Adueh di balakang bagas na ieh.” Dia menunjuk ke arah rumah di depan kami.
Aku : “Oh,.. anggo soni dokon ma disia so ro ia ku bagas podoman dah anggik e!!” aku tersenyum manis.
Anak kecil : “Olo bang..” dengan lincahnya dia berlari ke belakang rumah tempat si Ida berada.

Tanpa pikir panjang aku langsung beranjak ke bagas podoman, tak ku hiraukan orang-orang yang menegurku,langkahku semakin kupacu.Meski jalan yang kulalui berkelok-kelok dan terkadang mendaki, itu bukanlah penghalang bagiku, yang kupikirkan adalah sebuah surat cinta untukku.

Ketika aku telah sampai di bagas podoman, ku periksa ke dalam tidak ada orang satupun yang ada hanya bantal dengan bekas ngences yang seakan membentuk peta sebuah wilayah dan selimut yang tidak di lipat yang tergeletak begitu saja beserta baju-baju yang bergelantungan.Di dapur terlihat cangkir-cangkir kotor bekas kopi di atas meja, asbak rokokterlihat penuh dengan puntung.Seruling bambu bergelantungan di atas perapian, sedang gondang bulu tergeletak di kolong meja, dan sebuah gitar tergantung di dinding.


Aku keluar dari bagas podoman dan duduk di bangku yang berada di depan bagas podoman.Tak lama berselang aku sudah melihat Ida menuju ke arahku, dengan senyum di bibirnya dia mendekat.Ida membuka pintu bagas podoman.

Ida : “Inda dong kalak bang?!”
Aku : “Inda anggik e…”
Ida : “Oh.. uammang ison dei angkin abang Anwar!!”
Aku : “Adong lakna nagot ilehen ko jau!!” aku sudah tak sabar.
Ida : “Adong dah bang…ku samping maita so ulehen di abang!!”
Aku : “Keta!!”

Kami berpindah tempat ke samping bagas podoman, Ida menyuruhku duduk di sampingnya di atas batu pasir yang besar.Aku merasa banyak kali embel-embel wanita ini, padahal aku hanya butuh surat dari kekasihku saja.Namun aku tetap sabar menghadapinya dan menuruti perkataan wanita ini, yang menurutku mulai bertingkah aneh.

Ida membuka tas plastik hitam yang di bawanya dan mengeluarkan sebuah selendang berwarna coklat muda dan sepucuk surat berwarna merah jambu, kemudian dia menyerahkannya kepadaku.Aku langsung menyambarnya dan ingin beranjak pergi, karena aku ingin cepat-cepat membaca surat cinta kekasihku.Ida malah menahanku dan memohon tetap duduk di sampingnya.

Ida : “Ison maita jolo dabo bang!!, sambil painte abang Anwar” Ida memohon.
Aku : “Oh..tongkin do bah got mambaca suraton abang gak muna!!”
Ida : “Naborngin marcarito tentang abang kajo dei ami bado bang..”
Aku : “Ah,..botul do dabo anggik e?!, sondia mei ningia!?”
Ida :”Na cintaan I ia ningia jiabang,..inda isangko ia akhirna sononma hubungan muyui, namancitani ningia roania bang!!”
Aku : “Imadah.. au pe inda usangkoi sonon jabat perjuangan cintaon,..tai inda mawai pala adong epengku kehe dei uligi ia sasakali!!” aku terharu.
Ida : “Asokon iligi abang pe ia..ia nagot marbagasma!!?”
Aku : “Akh,..abahatan caritomu te idokonia nagot mangaranto do ia!” aku sedikit marah
Ida : “Ku au bado bang inda songoni idokonia.., nai jodohkon do ia ningia dot anak ni amang boru nia nadi tano doli i!!..”
Aku : “Hah?!! Parkotianko!!..sai majolo donganeh..” aku sangat benci dengan perkataan wanita ini.
Ida : “Painte majolo dabo bang tongkinnai betengna lalaho!!”
Aku : “Hm..aha pe??!, pangaranganko dabo mayang roa niba!!”
Ida : “Inda nau karang-karangi terserah ko mei sanga purcaya sanga inda!”
Aku terdiam,…dalam pikiranku bertanya-tanya siapakah yang sebenarnya berbohong diantara dua wani ta ini.
Ida : “Pala dabo bang au ma jo!!”
Aku : “Akh!!..begu doho!!” aku sangat marah.

Ku lihat raut wajahnya memerah dan menitikkan air mata, aku tak peduli, aku melompat dari batu besar itu dan beranjak pergi.Ketika aku baru sampai di depan bagas podoman, Anwar sudah di depanku.Mendengar suara tangisan wanita dia langsung menuju arah asal suara, Anwar hanya berdiam diri sambil menatap tajam ke arah Ida kekasihnya.Tanpa sepatah katapun Anwar langsung pergi entah kemana dan aku tak peduli.

 Aku masuk ke dalam bagas podoman, aku merasa sangat menyesal kaena sudah melukai sahabat kekasihku yang membuat dia menangis dan ku yakin Anwar pasti salah paham dengan situasi yang barusan.Sejenak ku singkirkan pikiranku tentang kejadian tadi dan konsentari dengan surat yang telah ku buka :





20 Juli 1990                                                                         Buat kekasihku yang tercinta
                                                                                 Di taman kerinduan


Sebelum ku gorestan tinta hitam di kertas yang tak bernoda ini, terlebih dahulu adinda minta maaf bilamana ada kesalahan adinda pada kanda.Dan meski adinda menulis surat ini berurai air mata, adinda tidak berharaf kanda juga mnitikkan air mata disaat membaca surat ini.

Adapun kepergian adinda bukanlah kehendak adinda, adinda di paksa orang tua untuk mengadu nasib ke Tanah Doli. Yang mana adinda akan bekerja di toko amang boru adinda.Bila nanti adinda sudah sampai di Tanah Doli segeralah adinda mengirim surat buat kakanda.

Seperti yang kanda ketahui adinda akan selalu setia menjaga kesucian cinta kita, meskipun maut memisahkan kita, begitu pulalah kiranya harapan adinda pada kanda. Janganlah kanda menduakan cinta adinda yang tulus ini.

Demikianlah kiranya surat adinda ini bila ada yang salah adinda minta maaf.
Wassalam                                                  

                                                                    Yang mencintaimu:


                                                                    Halimah Lintang






Aku sedikit lega setelah membaca surat berwarna merah jambu yang wangi ini, berkali-kali ku cium kertas surat cintaku.Ku masukkan kembali surat ke dalam amplop, kemudian ku buka lipatan selendang berwarna coklat muda dan ku selimuti tubuhku.Rasanya cukup mengurangi rasa rinduku pada Halimah meskipun dia baru berangkat subuh tadi.

Ketika mataku mulai mengantuk, terdengar langkah kaki menaiki tangga bagas podoman dan mendekatiku.Dia menggoyang-goyang tubuhku dengan tangan yang kuat.

Parlungunan : “Mamak..o mak keta marmangan-mangan!!”
Aku : “Kujia bere?!”
Parlungunan : “Ku saba ni alak mamak an ku sulangaling!!”
Aku : “Oh,..keta!! ise-ise donganta?!!” aku bersemangat.
Parlungunan : “cewek-cewek mamak!!”
Aku : “Olo ise-ise?!!, akh!!”
Parlungunan : “Alak ki Rani, I Yusna, I Yusni bage mamak!!”
Aku : “Oh..paten mei dung ijia alai??!”
Parlungunan : “Ro nai mei alai mamak, kuson dei janjina markumpulna!”
Aku : “Jadi ma, buat jolo bere gitari so margitar-gitar kita jolo…lauskon suling mui dah!”
Parlungunan : “Olo mak!, I luar maita mak I bangkui!”
Kamipun mulai bernyanyi :

Sada, dua tolu cepatma marbaju
So keta dongan marlagu..
Opat, lima onom gulaen nadi boyom
Ulang lupa asom..dohot lasiak kutu manetek ijurku..

Ho..keta marmangan-mangan
Ku sulangaling madongan..
Manggule pahu da dongan, dohot robung parupukna..
Pitu, lapan sambilan sudena marbutongan harana ma tolu pinggan..

(kalo mau dengerin laguna klik video yang di bawah ini ya!)



Parlungunan : “Mak adue dung ro alaie..”
Aku : “Oh,..soni majolo panomak ketama!!”
Kamipun pergi ke sawah Sulangaling dengan membawa bekal yang akan di masak disana.Dan ku harap kegiatan ini bisa melupakanku dengan rasa rindu.

                                                                                      ***