B.Rindu
Terdengar suara gaduh,
ada yang mengetuk-etuk dinding di dekatku, sontak semua terbangun dari
tidur.Dari suaranya, itu adalah ibu dari sahabatku anwar yang menyuruhnya
bangun.
Ibu anwar : “O anwar
got ma humu dabo..kejolo angkat ulit manisi ku poken!!”
Anwar : “Olo umak ngot
mei au,..dung kujia lakna ayah mak!!”
Ibu anwar : “Dung kehe
ia nangkin ku kobun mangalehen panganon ni manuk!!”
Anwar : “Martolap au
jolo te mak..!”
Anwar berdiri tanpa
melipat selimutnya, dia langsung buka pintu dan keluar dari bagas podoman.Dia
adalah anak yang berbakti pada orang tua, rajin bekerja tidak seperti aku yang
sukanya hanya bermain-main.Dialah sahabatku yang paling akrab semenjak kami
kelas satu SMP, kami jarang berselisih karena dia selalu mengalah padaku.
Tinggallah kami
ber-empat di bagas podoman, aku masuk lagi dalam selimut karena udara masih
terasa dingin.Faizal, parlungunan, aman dan aku tak begitu peduli bahwa hari
ini adalah hari selasa, hari pekan di kampungku.Orang-orang akan membawa hasil
perkebunan ke pasar untuk di jual, dan hari ini adalah kesempatan para petani
untuk istirahat setelah lima hari bekerja keras.Di hari Jum’at biasanya petani
bekerja sampai matahari di waktu dhuha saja.
Aku tersentak!, aku
baru ingat hari ini kekasihku akan berangkat ke tanah doli, aku langsung
bangkit dan meninggalkan bagas podoman tergesa-gesa.Aku langsung menuju poken
tanpa cuci muka, meski udara masih terasa dingin kali ini aku tak hiraukan.Aku
merasa setiap orang yang berbarengan denganku seakan mencibirku.Mungkin karena
aku terlihat kumuh, bau dan raut wajah yang masam karena belum mandi.
Suasana poken begitu
ramai, aku langsung memeriksa bus lubuk raya yang biasa parkir di dekat
poken.Bus telah tiada, jantung berdetak semakin kencang, tubuhku sedikit
bergetar.Ku dekati seorang lelaki separuh baya yang sedang sibuk melayani
pembeli jualannya.
Aku : “Mamak dung
marangkat mei lubuk rayai?!”
Mamak :
“Hek,..nostorangi deintong dongan marangkat.”
Aku : “Oh…jadima mamak
tarimokasi!!..”aku merasa lesu.
Mamak : “Got kujia
laknaho bere!!, got mangaranto?!”
Aku : “Inda bah mamak…”
aku berjalan berlahan meninggalkan mamak itu
Mamak : “Kan laku
mentong songon ko on mangaranto um losokmu sodung!”mamak itu bergumam.
Tak bisa ku sembunyikan
kepedihan hatiku meski ku tahan air mataku untuk tidak menetes, namun hatiku
yang perih tak mampu membendungnya.Meski tak bersuara aku menangis. Sebagian
orang yang berpapasan denganku terlihat simpati.Aku hampir terjatuh tersandung
batu, ku cepatkan langkuh yang tak menentu.Ku pilih jalan pintas yang lebih
sunyi, karena tak ingin semua orang tau kepedihan hatiku.
Aku tak langsung pulang
ke rumah, ku putuskan untuk pergi ke sungai Bonjo untuk menenangkan pikiran
setidaknya menjauh dari orang-orang adalah pilihanku.Aku merasa aku adalah
manusia paling menderita dalam cinta, hancur lebur terasa perasaan ini, perih
hati tersayat-sayat perpisahan ini, oh..betapa pilu rasa jiwaku.Tangisku
semakin menjadi-jadi di pinggir sungai bonjo.
Setelah kurasa cukup
puas, aku bangkit dari dudukku dan turun ke sungai untuk cuci muka.Terasa sejuk
ketika air menyentuh wajahku, namun tidak hatiku.Ada ikan-ikan kecil yang
melintas di antara kakiku namun aku tak peduli dan akupun pulang setelah kurasa
puas.
Sesampainya di rumah,
aku tak menemukan satu orangpun di dalam, mungkin umakku masih di poken.Aku
cepat-cepat ganti pakaian karena tak ingin berjumpa dengan saudaraku yang lain,
yang akan menyuruhku untuk mengerjakan berbagai hal.Ku usapkan tanco ke
rambutku yang sedikit basah, ku tata rambutku berbelah dua dengan sisir dan
untuk mengakhiri dandananku aku ambil parfum kakakku dari dalam lemari.
Kulangkahkan kaki
menuju Dolok, terlihat anak-anak sangat senang berbelanja makanan, tangan kanan
dan kiri mereka penuh dengan makanan, ada sebagian anak-anak yang sibuk
menggunting gambar-gambaran di kedai lontong seorang warga.Ku berhentikan
langkahku ketika berada di simpang jalan, di simpang jalan ini adalah tempat
pemuda nongkrong sambil menunggu teman untuk berjalan bersama ke
poken.Tiba-tiba anak kecil mendekatiku.
Anak kecil : “Bang
suf.. “
Aku : “Aha dei anggik
e?”
Anak kecil : “Adong got
lenon ni kak Ida di abang, di audei ia indarieh..!!”
Aku : “Dijia?!!” aku
senang.
Anak kecil : “Adueh di
balakang bagas na ieh.” Dia menunjuk ke arah rumah di depan kami.
Aku : “Oh,.. anggo soni
dokon ma disia so ro ia ku bagas podoman dah anggik e!!” aku tersenyum manis.
Anak kecil : “Olo
bang..” dengan lincahnya dia berlari ke belakang rumah tempat si Ida berada.
Tanpa pikir panjang aku
langsung beranjak ke bagas podoman, tak ku hiraukan orang-orang yang
menegurku,langkahku semakin kupacu.Meski jalan yang kulalui berkelok-kelok dan
terkadang mendaki, itu bukanlah penghalang bagiku, yang kupikirkan adalah
sebuah surat cinta untukku.
Ketika aku telah sampai
di bagas podoman, ku periksa ke dalam tidak ada orang satupun yang ada hanya
bantal dengan bekas ngences yang seakan membentuk peta sebuah wilayah dan
selimut yang tidak di lipat yang tergeletak begitu saja beserta baju-baju yang
bergelantungan.Di dapur terlihat cangkir-cangkir kotor bekas kopi di atas meja,
asbak rokokterlihat penuh dengan puntung.Seruling bambu bergelantungan di atas
perapian, sedang gondang bulu tergeletak di kolong meja, dan sebuah gitar
tergantung di dinding.
Aku keluar dari bagas
podoman dan duduk di bangku yang berada di depan bagas podoman.Tak lama
berselang aku sudah melihat Ida menuju ke arahku, dengan senyum di bibirnya dia
mendekat.Ida membuka pintu bagas podoman.
Ida : “Inda dong kalak
bang?!”
Aku : “Inda anggik e…”
Ida : “Oh.. uammang
ison dei angkin abang Anwar!!”
Aku : “Adong lakna
nagot ilehen ko jau!!” aku sudah tak sabar.
Ida : “Adong dah
bang…ku samping maita so ulehen di abang!!”
Aku : “Keta!!”
Kami berpindah tempat
ke samping bagas podoman, Ida menyuruhku duduk di sampingnya di atas batu pasir
yang besar.Aku merasa banyak kali embel-embel wanita ini, padahal aku hanya
butuh surat dari kekasihku saja.Namun aku tetap sabar menghadapinya dan
menuruti perkataan wanita ini, yang menurutku mulai bertingkah aneh.
Ida membuka tas plastik
hitam yang di bawanya dan mengeluarkan sebuah selendang berwarna coklat muda
dan sepucuk surat berwarna merah jambu, kemudian dia menyerahkannya
kepadaku.Aku langsung menyambarnya dan ingin beranjak pergi, karena aku ingin
cepat-cepat membaca surat cinta kekasihku.Ida malah menahanku dan memohon tetap
duduk di sampingnya.
Ida : “Ison maita jolo
dabo bang!!, sambil painte abang Anwar” Ida memohon.
Aku : “Oh..tongkin do
bah got mambaca suraton abang gak muna!!”
Ida : “Naborngin
marcarito tentang abang kajo dei ami bado bang..”
Aku : “Ah,..botul do
dabo anggik e?!, sondia mei ningia!?”
Ida :”Na cintaan I ia
ningia jiabang,..inda isangko ia akhirna sononma hubungan muyui, namancitani
ningia roania bang!!”
Aku : “Imadah.. au pe
inda usangkoi sonon jabat perjuangan cintaon,..tai inda mawai pala adong
epengku kehe dei uligi ia sasakali!!” aku terharu.
Ida : “Asokon iligi
abang pe ia..ia nagot marbagasma!!?”
Aku : “Akh,..abahatan
caritomu te idokonia nagot mangaranto do ia!” aku sedikit marah
Ida : “Ku au bado bang
inda songoni idokonia.., nai jodohkon do ia ningia dot anak ni amang boru nia
nadi tano doli i!!..”
Aku : “Hah?!!
Parkotianko!!..sai majolo donganeh..” aku sangat benci dengan perkataan wanita
ini.
Ida : “Painte majolo
dabo bang tongkinnai betengna lalaho!!”
Aku : “Hm..aha pe??!,
pangaranganko dabo mayang roa niba!!”
Ida : “Inda nau
karang-karangi terserah ko mei sanga purcaya sanga inda!”
Aku terdiam,…dalam
pikiranku bertanya-tanya siapakah yang sebenarnya berbohong diantara dua wani ta
ini.
Ida : “Pala dabo bang
au ma jo!!”
Aku : “Akh!!..begu
doho!!” aku sangat marah.
Ku lihat raut wajahnya
memerah dan menitikkan air mata, aku tak peduli, aku melompat dari batu besar
itu dan beranjak pergi.Ketika aku baru sampai di depan bagas podoman, Anwar
sudah di depanku.Mendengar suara tangisan wanita dia langsung menuju arah asal
suara, Anwar hanya berdiam diri sambil menatap tajam ke arah Ida
kekasihnya.Tanpa sepatah katapun Anwar langsung pergi entah kemana dan aku tak
peduli.
Aku masuk ke dalam bagas podoman, aku merasa
sangat menyesal kaena sudah melukai sahabat kekasihku yang membuat dia menangis
dan ku yakin Anwar pasti salah paham dengan situasi yang barusan.Sejenak ku
singkirkan pikiranku tentang kejadian tadi dan konsentari dengan surat yang
telah ku buka :
20 Juli 1990 Buat kekasihku yang
tercinta
Di taman kerinduan
Sebelum
ku gorestan tinta hitam di kertas yang tak bernoda ini, terlebih dahulu adinda
minta maaf bilamana ada kesalahan adinda pada kanda.Dan meski adinda menulis
surat ini berurai air mata, adinda tidak berharaf kanda juga mnitikkan air mata
disaat membaca surat ini.
Adapun
kepergian adinda bukanlah kehendak adinda, adinda di paksa orang tua untuk
mengadu nasib ke Tanah Doli. Yang mana adinda akan bekerja di toko amang boru
adinda.Bila nanti adinda sudah sampai di Tanah Doli segeralah adinda mengirim
surat buat kakanda.
Seperti
yang kanda ketahui adinda akan selalu setia menjaga kesucian cinta kita,
meskipun maut memisahkan kita, begitu pulalah kiranya harapan adinda pada kanda.
Janganlah kanda menduakan cinta adinda yang tulus ini.
Demikianlah
kiranya surat adinda ini bila ada yang salah adinda minta maaf.
Wassalam
Yang
mencintaimu:
Halimah
Lintang
Aku sedikit lega
setelah membaca surat berwarna merah jambu yang wangi ini, berkali-kali ku cium
kertas surat cintaku.Ku masukkan kembali surat ke dalam amplop, kemudian ku
buka lipatan selendang berwarna coklat muda dan ku selimuti tubuhku.Rasanya
cukup mengurangi rasa rinduku pada Halimah meskipun dia baru berangkat subuh
tadi.
Ketika mataku mulai mengantuk,
terdengar langkah kaki menaiki tangga bagas podoman dan mendekatiku.Dia
menggoyang-goyang tubuhku dengan tangan yang kuat.
Parlungunan : “Mamak..o
mak keta marmangan-mangan!!”
Aku : “Kujia bere?!”
Parlungunan : “Ku saba
ni alak mamak an ku sulangaling!!”
Aku : “Oh,..keta!!
ise-ise donganta?!!” aku bersemangat.
Parlungunan :
“cewek-cewek mamak!!”
Aku : “Olo ise-ise?!!,
akh!!”
Parlungunan : “Alak ki
Rani, I Yusna, I Yusni bage mamak!!”
Aku : “Oh..paten mei
dung ijia alai??!”
Parlungunan : “Ro nai
mei alai mamak, kuson dei janjina markumpulna!”
Aku : “Jadi ma, buat
jolo bere gitari so margitar-gitar kita jolo…lauskon suling mui dah!”
Parlungunan : “Olo
mak!, I luar maita mak I bangkui!”
Kamipun mulai bernyanyi
:
Sada, dua tolu
cepatma marbaju
So keta dongan
marlagu..
Opat, lima onom
gulaen nadi boyom
Ulang lupa
asom..dohot lasiak kutu manetek ijurku..
Ho..keta
marmangan-mangan
Ku
sulangaling madongan..
Manggule
pahu da dongan, dohot robung parupukna..
Pitu,
lapan sambilan sudena marbutongan harana ma tolu pinggan..
(kalo mau dengerin laguna klik video yang di bawah ini ya!)
Parlungunan : “Mak adue
dung ro alaie..”
Aku : “Oh,..soni majolo
panomak ketama!!”
Kamipun pergi ke sawah
Sulangaling dengan membawa bekal yang akan di masak disana.Dan ku harap kegiatan
ini bisa melupakanku dengan rasa rindu.
***