1.HARUS
BERPISAH
Pemuda itu berlari
menyusuri pinggir desa dan mulai memasuki persawahan, nafasnya terengah-engah,
hidungnya sedikit berdarah, tak dihiraukannya lalang yang menyayat kakinya, dia
terus berlari memasuki semak belukar.
Sesekali dia terjerembab dan bangkit lagi,tenaganya mulai habis namun dia terus berlari memasuki
semak-belukar.
Dan akhirnya dia
tersungkur... dia tak bangkit, dia sudah pasrah. Nafasnya terlihat tak
beraturan, dia balikkan badan dan menelentangkankan badannya.Dengan nanar dia
menatap langit.
Dari kejauhan terlihat
empat pemuda berdiri di pinggir desa dan memperhatikan pemuda yang sedang
berlari itu, mereka tertawa melihat Yusuf berlari ketakutan setelah mereka
hajar.
Panusunan adalah seorang
pemuda yang jatuh cinta pada sahabatnya Aminah dimana dari kecil mereka sudah
bersahabat,mereka bersahabat tiga orang yakni Panusunan, Aminah dan Yani.
Persahabatan mereka mulai retak disaat Panusunan mulai menjalin kasih dengan
Aminah, sedang mereka satu marga.Satu marga di larang untuk menjalin kasih
apalagi untuk menikah, itulah adat yang sudah turun-temurun di kampung ini.
Empat pemuda yang
menghajarnya adalah: Ridwan, Jamal, Sukri dan Amron. Ridwan adalah abangnya
aminah sedang Jamal, sukri dan Amron adalah tiga sekawan yang tidak menyukai
Panusunan. Semenjak kecil mereka sudah bersaing dalam berbagai hal begitu jua
dengan persaingan dalam Cinta, Jamal juga jatuh cinta pada Aminah dan menghasut
Ridwan untuk menghajar Panusunan dan menyusun siasat supaya Panusunan diusir
dari Kampung.
“Lihat bang wan... dia
bagaikan dikejar setan ya bang..hahahaha” Jamal tertawa riang.
“Sudahlah.. mudah-mudahan
itu menjadi pelajaran baginya” sahut Ridwan
Mereka terlihat berpisah
Ridwan mengarah ke kampung sedang Jamal dan kawannya menuruni sawah ke arah
Panusunan berlari.
“Perlu kita kejar lagi
mal?” tanya Amron
“Gak usah, kita pergi saja
mandi.Nanti malam kita tunggu dia pulang ngaji, biar jera.”
“Iya.., kalau begitu kita
mandi saja dulu di bonjo”
“Ayok,.. tapi... aku penasaran bang. Soalnyakan dia berlari kearah semak diantara dua bukit itu
bang!”
“Memangnya kenapa mal?”
“itukan tempat perlintasan
Panjago Arangan bang...”
Mereka bertiga terdiam dan
saling berpandangan, suasana jadi hening. Suara nafas merekapun terdengar naek
turun, keringat dingin. Tiba-tiba tanpa komando mereka berlari terbirit-birit
ke arah kampung, jamal berlari paling depan karena dia memiliki badan kecil dan
lincah sedang amron yang badannya lebih besarberada paling belakang dan Sukri
badannya tidak jauh beda dengan Jamal.
***
Setelah beberapa jam
Panusunan terlentang dia terlihat mulai sadar dan membuka mata berlahan. Langit
mulai terlihat jingga, berlahan dia bangkit, sedikit demi sedikit perih di
kakinya mulai terasa. Dia memandang sekitar yang membuatnya tersentak. “Ini adalah
Aek mompang, tempat perlintasan Jangak!”. Di tatapnya dua bukit yang mengapit
aliran sungai kecil pas di pinggirnya dia berdiri. Suara Tonggeret terdengar
riuh bagai sirene,Suara jangkrikpun mulai turut menyumbangkan suara dan di
akhiri suara katak pada akhir irama. Bulu kuduknya berdiri, selangkah demi
selangkah di ayunkannya menuju perkampungan.
***
Setelah azan Isya
berkumandang pengajianpun berakhir. Anak-anak muda dan remaja berhamburan dari
rumah pengajian suaranya bising sekali ada yang sibuk mencari sendal, ada
berlari-lari dan ada juga yang sabar menunggu giliran keluar.
Aminah berdiri di dekat
tangga rumah panggung tempat pengajian, dia sibuk melihat kesana-kemari
sepertinya dia sedang mencari seseorang. Tak lama keluarlah seorang pemuda dari
rumah pengajian, badannya tinggi besar dan agak jangkung,dia sedang mencari
sendalnya di dekat tangga. Aminah mendekatinya dan memukul pundaknya.
“Cepatlah yani..”
“Iya, tunggu dulu saya
ambil dulu sendalku ini”
“Hm,.. lambannya..”
“Tidak ada sabarmu
Aminah”.
Mereka berjalan menembus
gelap malam,Yani menyalakan lampu senter di tangannya. Mereka berjalan sambil
berbincang, sesekali dia mematikan senternya bila melewati rumah yang diterangi
listrik karena di kampung ini hanya
beberapa rumah saja yang memiliki lampu listrik.
“Yan,.. Panusunan kok gak
datang mengaji ya?”
“Iya. Tadi saya kerumahnya
sebelum berangkat ngaji tapi kata Ayahnya dia belum pulang.”
“Kemanalah kiranya dia ya
Yan,..”
“Aduhai.. yang sedang
dirundung rindu..”
“ah.. janganlah kamu begitu
yan.”
Aminah tersipu malu.
Sedang asyiknya mereka
berbicara sambil berjalan ada suara laki-laki dari belakang. Dia sedikit
berlari menghampiri Yani dan Aminah. Dia menengkan nafas.
“Saya tak melihat si
Panusunan keluar dari bagas pengajian, apa dia masih didalam ya?”
“Tadi si Yani sudah ke
rumahnya tapi kata Ibunya dia belum pulang ke rumah. Memangnya kenapa Bang
Sukri?”
“Hm,... tadi sore kami
memukulinya, trus dia lari ke arah aek mompang, setelah itu kami tak tau dia
kemana. Apa dia dimakan...”
“Huss.. jaga bicaramu bang
suk, kenapa pulak kalian memukulinya?, apa dia berbuat salah?”
“Ya.. jelas dia berbuat
salah gik Aminah, karena dia itukan marga pulut dan marga pulutnya itu satu
marga pulak sama gik minah. Dan di kampung kita pernikahan satu marga sangat
dilarang kalaupun ada yang marga pulut, itu akan dikucilkan dari masyarakat.
Itulah mungkin yang dipikirkan oleh abangmu Ridwan makanya saya bang Amron,
Jamal dan abangmu Ridwan memberikan dia sedikit pelajaran.”
“Kalian memang kurang
ajar!!..”
“Berarti dia gak masuk
mengji malam ini, baiklah kalau begitu saya pergi dulu ya. Hehehehe..”
“Pergilah kau jauh-jauh
dari kami..”
Sukri berlari sembari
tertawa riang dan menghilang di kegelapan malam.
“Bagaimana ni Yan? Saya
jadi kawatir. Jangan-jangan dia kenapa-kenapa”
“hm,... mudah-mudahan dia
tak kenapa-kenapa, nanti setelah mengantarmu pulang saya akan ke rumahnya. Jadi
cepatlah kita jalan.”
Raut wajah aminah terlihat
sedih dia cemas akan kekasih hatinya Panusunan, mereka berdua berjalan melewati
jalan menurun.
***
Udara berhembus sepoi
langit terlihat tanpa awan,dua pemuda duduk diatas batu besar di bawah sinar bintang yang samar-samar yakni
Amron dan Jamal. Mereka terlihat sedang berbincang dan sesekali menatap ke
kearah jalan. Asap mengepul dari mulut kedua pemuda itu dan terlihat sangat
menikmati cigaret Gudang Garam Merah, sebenarnya itu adalah rokok yang biasa di
hisap orang tua atau untuk diberikan kepada Datu sebagai tanda terima kasih.
Malam ini mereka memang berencana menemui Datu untuk meminta pelet. Amron
berencana menggunakan pelet itu untuk pujaan hatinya Aminah.
Kedua pemuda itu terlihat
gelisah, dan pandangan mereka sekarang tertuju ke arah jalan, sepertinya mereka
sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian nampaklah bayangan hitam di ujung
jalan, kelihatannya dia berlari kecil dan semakin lama semakin mendekati kedua
pemuda itu.
“Bang Amron..”
“Apa sukri..”
“Si Panusunan tidak masuk
mengaji bang,.. kata si Yani tadi sore dia sudah ke rumah si Panusunan tapi dia
tidak ada, kata Ibunya belum pulang bang..”
“Akh,.. masak?!” Amron
merasa terkejut dan menatap kedua sahabatnya. Jantungnya berdetak kencang,
diwajahnya terlihat berkeringat. Tapi dia mencoba terlihat tenang.
“Kalau begitu kita
batalkan saja ke rumah ompung Ja Mangambat!”
“Maksud bang Amron kita
gak jadi minta pelet?”
“Iya mal,kita cari tau
dulu kabar si Panusunan”
“iya bang!, perlu kita
kasi tau sama bang Ridwan?
“Tidak usah. Kita kearah
rumahnya panusunan aja yok!”
“Iya bang!..”
Mereka terlihat berjalan tergesa-gesa
menembus gelapnya malam.
***
Yani menuju kearah rumah
Panusunan,dia berjalan agak cepat karena suasana mulai terasa angker.Sinar bulan terkadang tertutupi awan hitam, suara burung hantu sesekali terdengar.
Sebenarnya kumandang isya baru beberapa saat selesai, namun suasana di kampung pahantan sudah sunyi.Yani teringat malam ini malam perkumpulan inyek di Magogar.
Suara-suara para inyek mulai terdengar, awal suaranya terdengar seperti orang yang menjerit kesakitan kemudian suaranya akan berubah berat seperti suara harimau yang terengah-engah. Konon katanya jika inyek itu masih pemula untuk menjadi harimau membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak terkuras.
Yani berlari sekencang-kencangnya, dia sudah tidak peduli dengan senternya yang terjatuh. Parit-parit kecil dilompatinya hingga akhirnya sampailah dia di depan rumah sahabatnya.
"Assalamualaikum!!"
"Waalaikumsalam" terdengar sahutan dari dalam rumah.
Yani mencium bau amis yang pekat.Meskipun salamnya sudah berbalas pintu rumah belum juga dibuka, dia berdiri ditangga rumah panggung yang sudah terlihat sedikit reot.
Terdengar suara bingkolang diangkat, dan terbukalah pintu.Nampak seorang wanita paruh baya dipintu.
"Masuk kau Yani."
"Iya luk!, Panusunan sudah datang luk?"
"Sudah, belum lama dia nyampek."
"Darimana dia rupanya luk?"
"Aek mompang... ketiduran dia katanya setelah dipukuli orang si Ridwan."
"Iya luk aku sudah dengar tadi dari Sukri."
Yani melihat Panusunan tertidur pulas beralaskan tikar anyaman, dia memperhatikan wajah, badan, kaki dan tangan Panusunan. Dia mengkerutkan dahi!.
"Kalau seperti ini baguslah hari sabtu dia berangkat ke Tanah Doli Yan!"
"Iya luk..."
"Sudahlah ayahnya tak pulang-pulang dari Birun eh.. dipukuli orang pulak dia.Hari sabtu kawani dia ke pasar ya yan!"
"Iya luk."
Sebenarnya kumandang isya baru beberapa saat selesai, namun suasana di kampung pahantan sudah sunyi.Yani teringat malam ini malam perkumpulan inyek di Magogar.
Suara-suara para inyek mulai terdengar, awal suaranya terdengar seperti orang yang menjerit kesakitan kemudian suaranya akan berubah berat seperti suara harimau yang terengah-engah. Konon katanya jika inyek itu masih pemula untuk menjadi harimau membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak terkuras.
Yani berlari sekencang-kencangnya, dia sudah tidak peduli dengan senternya yang terjatuh. Parit-parit kecil dilompatinya hingga akhirnya sampailah dia di depan rumah sahabatnya.
"Assalamualaikum!!"
"Waalaikumsalam" terdengar sahutan dari dalam rumah.
Yani mencium bau amis yang pekat.Meskipun salamnya sudah berbalas pintu rumah belum juga dibuka, dia berdiri ditangga rumah panggung yang sudah terlihat sedikit reot.
Terdengar suara bingkolang diangkat, dan terbukalah pintu.Nampak seorang wanita paruh baya dipintu.
"Masuk kau Yani."
"Iya luk!, Panusunan sudah datang luk?"
"Sudah, belum lama dia nyampek."
"Darimana dia rupanya luk?"
"Aek mompang... ketiduran dia katanya setelah dipukuli orang si Ridwan."
"Iya luk aku sudah dengar tadi dari Sukri."
Yani melihat Panusunan tertidur pulas beralaskan tikar anyaman, dia memperhatikan wajah, badan, kaki dan tangan Panusunan. Dia mengkerutkan dahi!.
"Kalau seperti ini baguslah hari sabtu dia berangkat ke Tanah Doli Yan!"
"Iya luk..."
"Sudahlah ayahnya tak pulang-pulang dari Birun eh.. dipukuli orang pulak dia.Hari sabtu kawani dia ke pasar ya yan!"
"Iya luk."
2.PESAN
IBU
Hari mulai terik, langit terlihat bersih. Suara Prinjak terdengar merdu bersahutan. Riak air sungai yang riuh tak membuyarkan lamunan Yani yang duduk berpangku tangan ditangga surau. Angin sepoi-sepoi sesekali berhembus.
Anak-anak mulai berdatangan mandi, ada yang langsung melompat kedalam sungai ada pula yang masih mengganti pakaian. Yani sesekali menatap kearah jalan besar, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Tak lama berselang muncullah yang ditunggu, Sukri terlihat menuruni jalan setapak dari jalan besar. Dia berjalan kearah surau.
"Sukri!!, sudah lama aku menunggumu."
"Lo!,.. kenapa Yan?"
"Ada yang terganjal dihatiku. Semalam waktu saya ke rumah Panusunan, aku merasa ada yang aneh!."
"Aneh kenapa Yan?" Sukri jad penasaran.
"Kamu bilang kalian menghajarnya kan?"
"Iya. Bahkan darah dari hidungnya muncrat ke bajuku Yan."
"Hm.." Yani Menghela nafas."Itu yang kumaksud suk,... tadi malam saya tidak melihat dia terluka sedikitpun, baik hidung, wajah bahkan badannya tidak sedikitpun ada bekas goresan."
"Kami terakhir melihat dia masuk semak kearah parlintasan Panjago Arangan Yan."
"Sebelum aku menaiki tangga rumah Panusunan saya mencium bau amis!"
"Apa mungkin Ayahnya itu seorang...inyek!?."
"Maksudmu suk?"
Anak-anak mulai berdatangan mandi, ada yang langsung melompat kedalam sungai ada pula yang masih mengganti pakaian. Yani sesekali menatap kearah jalan besar, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Tak lama berselang muncullah yang ditunggu, Sukri terlihat menuruni jalan setapak dari jalan besar. Dia berjalan kearah surau.
"Sukri!!, sudah lama aku menunggumu."
"Lo!,.. kenapa Yan?"
"Ada yang terganjal dihatiku. Semalam waktu saya ke rumah Panusunan, aku merasa ada yang aneh!."
"Aneh kenapa Yan?" Sukri jad penasaran.
"Kamu bilang kalian menghajarnya kan?"
"Iya. Bahkan darah dari hidungnya muncrat ke bajuku Yan."
"Hm.." Yani Menghela nafas."Itu yang kumaksud suk,... tadi malam saya tidak melihat dia terluka sedikitpun, baik hidung, wajah bahkan badannya tidak sedikitpun ada bekas goresan."
"Kami terakhir melihat dia masuk semak kearah parlintasan Panjago Arangan Yan."
"Sebelum aku menaiki tangga rumah Panusunan saya mencium bau amis!"
"Apa mungkin Ayahnya itu seorang...inyek!?."
"Maksudmu suk?"
.KE
TANAH DOLI
.SEPERTI
AMINAH
.MENJALIN
KASIH
.HARAPAN
HAMPA
.PULANG
KAMPUNG
.HATI
YANG MENANGIS
.KEMBALI
KE TANAH DOLI
.SECERCAH
HARAPAN
.MENJALIN
KASIH II
.DILEMA
.MENIKAH
.PULANG
KAMPUNG II
.BERPISAH