Dijaman dahulu kala hiduplah keluarga kecil yang bahagia, keluarga ini tinggal di tengah-tengah sawah Gariang yang sangat luas. Setiap hari mereka terlihat sangat ceria, terlebih ketika mereka memiliki anak perempuan yang sangat cantik yang di beri nama Puspita. Sang ayah bernama pak Rustam dan ibunya bernama buk Selmi.
Puspita semakin cantik dan ayu setelah dia beranjak dewasa, dia sangat rajin membantu orang tuanya. Setiap hari dia memberikan pakan ternak, menanak nasi dan mengayam. Bila sore telah tiba Puspita akan memukul gong kecil dan mungkin karena itu sudah kebiasaannya setiap dia pukul gong kecilnya ternak-ternak mereka akan pulang ke kandangnya. Namun ada juga ternak mereka yang biasanya manja yaitu seekor ayam jantan yang berwarna putih. Ayam jantan ini adalah kesayangan Puspita.
Suatu ketika lewatlah seorang anak raja dan hulubalangnya yang hendak berburu ke Gunung Kulabu. Mereka terlihat sangat bersemangat, anjing-anjing pemburu berlari-lari kesana-kemari mengiringi langkah rombongan. Disaat mereka melewati sebuah rumah di tengah sawah seorang hulubalang bercerita bahwa rumah yang mereka lewati tadi adalah rumah keluarga pak rustam yang memiliki seorang gadis yang sangat cantik. Sang putra raja jadi penasaran dan menyuruh hulubalang dan rombongan untuk beristirahat sejenak, kemudian dia pergi ke arah rumah pak Rustam.
Pa Ruhuman menuruni sawah, dia berjalan sangat gagah dan percaya diri, karena dia memang seorang putra Raja yang tangkas dalam berbagai hal. Rumah pak Rustam tinggal sepuluh langkah lagi dia terus melangkah dengan pasti. Seekor anjing keluar dari semak-semak dan berlari ke arahnya, mulutnya berlumuran darah. Dia mengenal anjing itu, ituadalah anjing pemburu miliknya.
Pa Ruhuman mendengar suara tangis dari semak-semak, dia langsung berlari kearah suara itu. Dia mendapati seorang gadis yang sedang menangis meratapi seekor ayam yang sudah mati. Dia memperhatikan paras gadis itu dan membuat matanya terbelalak dan sangat terpesona akan kecantikan gadis di hadapannya.
Pa Ruhuman : "Mengapa kau meratapi kematian ayammu hei..gadis!.
Puspita menoleh kearah suara seorang pemuda yang berdiri dengan gagah di hadapannya, dia terlihat sangat takut dan tak berani menatap pemuda itu.
Pa Ruhuman : "Janganlah kau takut he anak gadis,.. aku adalah putra raja Ja Mangodum aku tak akan mencelakaimu, aku heran saja melihatmu meratapi seekor ayam."
Puspita : "maafkan hamba putra baginda.. saya meratapi ayam ini karena ini adalah ayam kesayangku putra baginda tadi ada seekor anjing yang telah melukainya."
Pa Ruhuman : "Maafkanlah anjing itu, karena itu adalah anjing pemburu saya, siapakah namamu?
Puspita : "Puspita putra baginda"
Pa Ruhuman : Nama yang indah.. indah seperti wajahmu.., apakah kau sudah menikah he anak gadis?"
Puspita : "Belum putra baginda."
Pa Ruhuman: " Aku akan datang kesini untuk meminangmu tunggulah aku sebelas purnama"
Puspita tidak berkata sedikitpun dia sadar bila seorang putra baginda yang berkata, itu merupakan perintah bagi rakyatnya. Sedih dihatinya telah hilang diganti bahagia karena Puspitapun telah jatuh cinta kiranya pada putra raja itu.
Pa Ruhuman kembali ke rombongannya, disepanjang jalan ke gunung kulabu dia menceritakan kecantikan gadis itu dan akan meminangnya sebelas purnama lagi.
***
Sepuluh purnama telah berlalu. Keadaan di kuria Pahantan sedang genting, tanah di sawah-sawah mengering dan air sungai pun terlihat tak mengalir. Sudah beberapa penduduk mengadu keadaan ini kepada Raja Kuria, dan telah dibuat musyawarah tentang Mual yang tidak berair ,hingga di utuslah seorang Datu ke Mual Magogar untuk memeriksa keadaan disana mengapa Mual Magogar tidak mengeluarkan air.
Pak Datu dengan bekal sirih, pinang dan dupa telah sampai di Mual Magogar terletak di bawah Pohon torop yang rindang. Dibawah pohon torop gelap dan terasa lembab, angin berhembus sepoi-sepoi. Pak datu meletakkan sirih, pinang dan dupa diatas amak, kemudian dia membaca mantara. Suasana hening, anginpun berhenti berhembus. Hanya suara daun pohon torop yang sesekali terdengar jatuh di tanah. Setelah beberapa saat ada sosok yang keluar dari pohon torop yang menyerupai ular naga dan mendekati pak Datu.
Raja Jin : "Apa maksud kedataganmu hei anak manusia?"
Pak Datu: "Aku diutus Raja Kuria kesini untuk memeriksa keadaan Mual ini, mual ini mengering hingga kehidupan rakyat Pahantan menjadi sengsara. Apakah gerangan yang membuat mual ini mengering he raja jin?"
Raja Jin :"Bilang kirim salamku pada Raja Kuria Pahantan, keadaan disini menjadi kering karena putriku yang bertanggung jawab menjaga Mual ini telah mati."
Pak Datu :"Jadi apa yang harus kami perbuat supaya Mual ini mengeluarkan air lagi he raja jin?
Raja Jin : "Aku berharap kalian mencarikan wanita yang cantik jelita untukku tugaskan menjaga mual ini, jika kalian tidak mendapatkannya maka mual ini tak akan mengeluarkan air. Bukankah Raja Kuria punya boru yang cantik-cantik?"
Pak Datu : "Iya raja jin, saya akan memberitahukan ini kepada Raja Kuria"
Kemudian pak Datu membaca mantra lagi, sosok ular naga itupun menghilang.
***
Setelah pak Datu menceritakan perihal yang di utarakan Raja Jin, sang Rajapun mulai tampak resah. Siang dan malam jadi pikiran bila dia merelakan salah satu borunya menjadi penjaga mual, borunya pasti akan sedih karena borunya akan jadi makhluk bunian.
Ketika sang Raja termenung didalam kamarnya masuklah permaisuri dan mendekatinya.
Permaisuri : "Baginda... bolehkah saya memberikan pendapat tentang penjaga mual?"
Raja : "Tentu boleh istriku berikanlah pendapatmu."
Permaisuri : "Bagaimana kalau yang menjadi penjaga mual di magogar itu kita perintahkan seorang gadis yang tinggal di Saba Gariang?"
Raja :"Saba gariang? hm.. kalau tidak salah yang tinggal disana adalah pak Rustam."
Permaisuri : "Iya baginda, kecantikan boru pak Rustam sudah menyebar keseluruh Banua"
Raja : "Hm... baiklah saya akan perintahkan hulubalang untuk mengantarkan surat titah pada pak Rustam, supaya besok upacara pengantaran ke Magogar bisa dilaksanakan"
***
Puspita menangis sejadi-jadinya, dia memeluk erat ibunya buk Selmi. Pak Rustampun hanya bisa pasrah setelah membaca surat titah yang di hantar hulubalang semalam. Hari ini adalah hari pengantaran Puspita ke magogar. Rombongan dari Bagas Godang sudah sampai di depan rumah pak Rustam, suara gendang dua terdengar riuh. Puspita di beri pakaian adat dan di giring ke Magogar. Sebelum berangkat ke magogar Puspita mengambil Gong kecilnya atau ikong-ikong dan berpesan pada kedua orang tuanya jika dia rindu akan memukul ikong-ikongnya dan bila bulan purnama tiba dia juga akan memukulnya.
Puspita memperhatikan rombongan pengantarnya dia tak melihat Pa Ruhuman yang telah berjanji akan meminangnya bulan purnama yang akan datang, hal itu membuat hatinya semakin pilu. Air matanya terus mengalir.
Pa Ruhuman sangat sedih saat dia mengetahui Puspita akan menjadi penjaga mual, hatinya hancur lebur. Dia sudah tahu bahwa permaisurilah yang menghasut sang Raja Kuria untuk memerintahkan Puspita menjadi penjaga mual, namun sayangnya permaisuri juga tak mengatakan bahwa Pa Ruhuman mencintai Gadis itu. Dari kejauhan Pa Ruhuman memperhatikan rombongan yang membawa gadis yang dicintainya itu.
Akhirnya rombongan telah sampai di Mual Magogar, pak Datu melakukan ritual dan memanggil raja jin. Dan muncullah raja jin. Setelah melakukan dialog akhirnya Puspita diserahkan kepada raja jin. Raja jin terlihat sangat senang.
Rombongan meninggalkan Puspita dan raja jin, puspita masih menangis tersedu-sedu. Sedang Pa Ruhuman yang diam-diam mengikuti rombongan mengendap-endap dan memperhatikan gadis yang dia cintai itu di samping raja jin.
Raja Jin : "Jangan kau menangis lagi sekarang kaulah yang menjadi penjaga mual, sekarang tutuplah matamu supaya kau kujadikan ular penjaga mual ini."
Puspita menutup matanya dan seketika tubuhnya menjadi ular naga. Melihat itu Pa Ruhuman menjadi sangat murka, kemudian dia membaca mantra ajian yang dipelajarinya selama ini. Tubuhnya menjadi ayam jantan mirip dengan ayam Puspita yang telah mati. Pa Ruhuman berharap bisa menemani puspita dalam bentuk ayam, namun sayang ketika Pa ruhuman yang telah menjadi ayam terbang ke dekat Puspita yang berbentuk ular dia langsung menyambar Pa Ruhuman dan menelannya.
Puspita masih menangis atas apa yang menimpanya hingga airmatanya menutupi mual dan mengalirlah air mata puspita dari mual yang jernih mengaliri sawah-sawah Gariang hingga saba Taruko. Setiap Puspita rindu pada orangtuanya dia akan memukul ikong-ikongnya dan setiap malam purnamapun dia memukul ikong-ikongnya untuk mengingatkan Cinta dan kesetiaanya pada Pa Ruhuman yang telah ditelannya tanpa dia ketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar